Kamis, 27 Desember 2012

TIPS MUADAH MENGHAFAL AL QUR'A

Kiat Menghafal Al Qur’an (2) 

NAMA; ARMAN SYAHPUTRA

IAIN BENGKULU 

AddThis Social Bookmark Button
E-mail Cetak PDF
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebelumnya telah diulas mengenai modal awal untuk menghafal Al Qur’an. Ringkasnya modal yang harus dimiliki adalah punya motivasi yang kuat untuk menghafal Al Qur’an karena mengingat keutamaanya yang luar biasa. Lalu luruskanlah niat untuk ikhlas pada Allah. Pantangan besar yang harus dijauhi adalah maksiat. Lalu rajin dalam mengulang hafalan. Berikut kami jelaskan bagaimana kiat lebih detailnya.

Pertama: Mulai menghafal dari satu mushaf, tidak berganti-ganti. Karena inilah di antara sebab yang membuat kita cepat lupa. Perlu diketahui bahwa ketika kita telah menghafal satu halaman mushaf, maka kita biasanya akan bergantung dan ingatan kita akan selalu mengarah ke lembaran yang telah kita hafal. Posisi ayat yang telah dihafal akan diketahui di atas, ataukah di bawah, di kanan ataukah di kiri. Sehingga jika kita berganti-ganti mushaf, itu akan menyulitkan kita sendiri. Jadi pilihlah satu mushaf standar untuk hafalan kita seperti mushaf Madinah. Dan lebih bagus lagi memilih yang berukuran kecil agar bisa di bawa ke mana-mana dan mudah ditaruh di saku.
Kedua: Berusaha setiap harinya menetapkan target hafalan, misalnya sebanyak satu atau setengah halaman mushaf, atau mungkin hanya satu ayat setiap harinya, namun rutin dihafal.
Ketiga: Mulai membaca ayat pertama dan diulang sampai 20 kali. Lalu membaca ayat kedua, diulang sampai 20 kali, sampai membaca seluruh ayat dalam setengah halaman dengan pengulangan yang sama. Lalu mengulang ayat dalam setengah halaman tadi secara keseluruhan dengan pengulangan sebanyak 20 kali. Kemudian sisa setengah halaman yang ada dibaca dan dilakukan pengulangan dengan cara yang sama dengan sebelumnya.
Keempat: Jika ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, bacalah hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali. Hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan. Kemudian barulah memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang dilakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.
Jika tidak melakukan seperti ini, bila kita hanya rajin menambah hafalan, itu bisa membuat hafalan sebelum-sebelumnya hilang. Jadi rajinlah muroja’ah (mengulang hafalan) daripada menambah hafalan baru atau rajinlah menggabungkan kedua-duanya. Kita bisa terus mengulang seperti ini dalam shalat-shalat sunnah kita seperti dalam shalat rawatib atau shalat tahajud.
Kelima: Setorkan hafalan pada guru atau partner yang bisa membenarkan bacaan jika salah, lebih baik lagi pada para hafizh quran.
Keenam: Pilih waktu terbaik untuk menghafal quran. Misalnya untuk mengulang hafalan adalah di waktu Shubuh, sedangkan menambahnya adalah di malam hari sebelum tidur, lalu disetorkan. Atau bisa pula gunakan waktu antara adzan dan iqomah, atau waktu sebelum atau sesudah shalat lima waktu untuk menambah dan mengulangi hafalan. Waktu-waktu senggang pun ketika berada di antrian, berada di taxi, itu pun bisa diisi dengan hafalan. Keep your time in the useful things ...
Ketujuh: Lebih baik menghafal dari surat An Naas (belakang mushaf) hingga bagian depan karena itu lebih mudah. Jika melakukan seperti ini, kita akan mulai menghafal dari ayat-ayat yang pendek dan mudah diingat. Apalagi kita akan sering mendengar ayat-ayat yang berada di belakang mushaf karena imam masjid seringnya membaca surat-surat pendek sehingga hal ini akan mudah mengokohkan hafalan kita.
Kedelapan: Menetapkan waktu untuk muroja’ah (mengulang hafalan). Misalnya satu hari punya target menambah hafalan sebanyak 1 halaman, sedangkan muroja’ah sebanyak 4 halaman s/d 1 juz. Ini bertujuan agar hafalan yang telah lalu tetap terus terjaga dan kita bisa kontinu untuk menambah hafalan baru. Lalu tetapkan waktu pula misalnya jika kita telah menghafal 5 juz Al Qur’an, maka tetapkan waktu selama 2 minggu untuk mengulang 5 juz itu saja, lalu setelah itu baru menambah hafalan yang baru. Intinya, jangan terburu-buru menambah hafalan sebelum mengulang hafalan yang telah ada.
Kesembilan: Setiap yang menghafalkan Al Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal Al Qur’an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena menghafal Al Qur’an merupakan harta yang sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orang yang dikaruniai Allah Ta’ala.
Akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba- Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 17).
Semoga Allah menjadikan kita menjadi ahli Al Qur’an, mudah menghafal dan mentadaburinya.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.


Referensi:
  1. Penjelasan Syaikh Dr. Al Muhsin bin Muhammad Al Qosim, imam dan khotib Masjid Nabawi pada situs ahlalhdeeth.com
  2. Berbagai sumber bacaan di internet
  3. Pengalaman penulis yang berusaha untuk menjadi ahli al quran.

@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 5 Muharram 1432 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com

tasyri' zaman rasulullah

MAKALAH MATERI PAI
“TASYRI’ ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW”

 


Nama kelompok 2;
Ø  ARMAN SYAHPUTRA
Ø  ADE CANDRA
Ø  NIGI SISTRIANSYAH
Ø  OKTIAN

Dosen pembimbing;
H.M. NASRON M.Ag


FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI BENGKULU
(IAIN) 2012


ÉOó¡Î0«!$#Ç`»uH÷q§9$#ÉOŠÏm§9$#ÇÊÈ
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk hidayah serta inayahnya kepada kita sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan nabi kita nabi Muhammad SAW. mudah-mudahan kita semua diakui sebagai ummatnya dan mendapat syafa’atnya kelak  diyaumilqiyamahnanti.Amiin.
Selanjutnya ucapan rasa terima kasih kami sampaikan kepada dosen kita yang sudah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini,yaitu bapak NASRON M.Ag . makalah materi PAI.yang mana berjudul “TASYRI’ ISLAM PADAMASARASULULLAH”guna memenuhi tugas mata Kuliah. Semoga dengan tersusunnya makalah ini kita dapat menambah keilmuan, wawasan dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Dan kami ber harap kritik dan saran bagi yang membaca makalah kami ini yang mana jauhi dari kesempurnaan.



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        BENGKULU27OKTOBER2012

                                                                                                                                                                                                                                                                        PENULIS





BAB I
PENDAHULUAN
A.Pendahuluan

Muhammad adalah seorang hamba ALLAH, keberhasilannya merubah pola kehidupan masyarakat Arab hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, menjadikannya layak mendapat julukan ini.Setidaknya pendapat ini diyakini oleh semua umat Islam dan sebagian contoh bagi kita. Muhammad adalah sosok manusia yang  berhasil memimpin dan menyebarkan Agama Islam hingga seluruh dunia.   Namun, setelah terjadinya perang salib akibat gerakan ekspansi kekuasaan dan keagamaan yang dilakukan oleh pasukan Islam sejak masa Khulafa’ ar-Rasyidun menimbulkan kebencian dikalangan umat Kristen terhadap sosok Nabi Muhammad Saw.  Kebencian  ini diwujudkan melalui berbagai cara, misalnya saja melalui propaganda melalui pendapat, tulisan-tulisan, buku yang semuanya bertujuan menjatuhkan pamor Muhammad dihadapan umatnya dan umat manusia lainnya.
Al-Qur’an dan al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam juga tidak lepas dari sasaran sebagian orientalis yang tidak menghendaki Islam berkembang.Mereka mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan karya Muhammad yang disesuaikan dengan kondisi Arab pada masa itu.Sehingga al-Qur’an tidaklah wajib diimani.Hal ini kemudian bertentang dengan doktrin Islam yang tercantum dalam al-Qur’an yang mengatakan bahwa al-Quran berasal dari Allah SWT.dan tidak ada campur tangan manusia sama sekali di dalamnya, meskipun unsur kebudayaan Arab pada masa itu menjadi latar belakang turunyna ayat-ayat al-Quran.
Sejarah penetapan hukum Islam (tarikh Tasyri’) tidak terlepas dari fenomena di atas. Proses penurunan ayat-ayat al-Quran hingga masa wafatnya Nabi Saw.  merupakan informasi otentik untuk menjawab pertanyaan Benarkah al-Qur’an? Bagaimana proses tasyri’ pada masa Rasulullah? Benarkah kondisi masyarakat Arab pada masa itu mempengaruhi Rasulullah dalam melakukan Tasyri’?
B.RumusanMasalah
Makalah ini akan mengkaji lebih detail tentang berbagai permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana sejarah Arab sebelum Islam datang?
  2. Bagaimana tarikh tasyri’ pada periode Makkah dan Madinah?
  3. Apa saja sumber-sumber tarikh tasyri’ pada masa Rasulullah?
  4. Bagaimana kedudukan ijtihad Rasulullah Saw dalam penetapan hukum?
  5. Bagaimana kedudukan ijtihad shahabat pada masa Rasulullah Saw?
  6. Apa saja hikmah dari ijtihad Rasulullah Saw?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    MASYRAKAT ARAB SEBELUM ISLAM
Sebelum Islam dilahirkan, di kawasan Arab, disana berkembang agama Yahudi dan Nasrani.Namun orang pribumi masih banyak memeluk keyakinan penyembahan berhala terutama dipeluk oleh orang Arab dari Kabilah Quraisy di Makkah.Keyakinan mereka mendasarkan kepercayaan adanya lebih dari satu Tuhan. Dalam pada itu di Taif terdapat patung dewa lata merupakan perwujudan dewi atau Tuhan perempuan disembah dengan nama Ar-Rahaq, yang dianggap dewa tertua. Di Hijaz terdapat patung dewa Uzza, merupakan wujud Tuhan Maha Kuasa.Di Yastrib terdapat patung dewa Manat, merupakan perwujudan tuhan yang banyak dipuja orang Arab Badui yang berasal dari suku pengembara Huzail.
Namun pengaruh kepercayaan dari timur yaitu Persia yang percaya dan menyembah api ada pula sedikit masuk dianut oleh bangsa Arab. Demikianlah sampai menjelang kelahiran Nabi Muhammad, sinar agama tauhid yang dikembangkan oleh Nabi Sulaiman dan Nabi Ibrahim beserta Ismail, dapat dikatakan telah padam.
Penduduk Arab (sahara) sangat sedikit dan juga yang terdiri dari suku-suku badui. Yang memiliki gaya hidup nomadik, berpindah-pindah. Akibat perpindahan itu pada akhirnya membaur, organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu rentang komunitas.Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan.Mereka juga suka berperang, karena terlalu seringnya sehingga mendarah daging dalam diri orang Arab.sehingga perang justru menjadi pengisi waktu luang yang mengasyikkan:
apalagi yang menang akan mendapat harta rampasan kaum Quraisy mengutamakan anak laki-laki yang gagah, kuat dan berani, karena merekalah yang akan membawa nama baik suku, dikalangan mereka ada yang sampai hati menguburkan bayi perempuan, diantaranya Umar bin Khattab sebeluma ia masuk Islam. Minuman arak dan judi menjadi kebiasaan mereka.Dalam dokumen syair-syair mereka tergambar, bahwa minum-minuman keras dan judi merupakan kebanggan mereka.Di mata kaum Quraisy kedudukan wanita amat rendah selain sebagai kebutuhan ekonomi, juga sebagai alat pemuas seks.Begitulah tradisi jahiliah, Arab sebelum Islam.
Budaya mereka tidak berkembang, berbeda dengan penduduk yang mendiami pesisir Jazirah Arab, mereka selalui mengalami perubahan yang sesuai dengan situasi dan konsisi yang mengikuti mereka. Seperti pada masyarakat badui, negeri ini juga mahir dalam bersyair, yang sering dibacakan di pasar-pasar yang mungkin seperti pergelaran, bahkan mereka juga kaya dengan bahasa ungkapan, tatabahasa, dalam menyampaikan kebencian/cinta menggunakan untaian sajak, yang lebih dikenal dengan nama kahim.
Dari daerah Arab yang sama sekali tidak pernah dijajah bangsa lain, karena sulit dijangkau maupun karena tandus dan miskin, adalah hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah, Ka’bah, yang disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Makkah, namun juga oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.Dalam penjagaan kota itu, pertama berada dua suku yang pertama Jarhum, kemudian berpindah ke suku Khuza’ah dan akhirnya jatuh ke suku Quraisy dibawah pimpinan Qushai, suku inilah yang kemudian mengatur urusan politik, sejak itu kaum Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Makkah menjadi mashur dan disegani, juga suku Quraisy, keadaan ini menjadikan Makkah pusat peradaban.Bangsa Arab bagaikan memulai babakan baru dalam hal kebudayaan dan peradaban.Perkembangan itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa sekitarnya.
ûÈõs9urNßgtFø9r'yô`¨Bt,n=y{ÏNºuq»yJ¡¡9$#uÚöF{$#ur£`ä9qà)us9ª!$#4È@è%ßôJptø:$#¬!4ö@t/öNèdçŽsYò2r&ŸwtbqßJn=ôètƒÇËÎÈ

25.  Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.



Berikut ini adalah contoh beberapa tradisi buruk masyarakat Arab Jahiliyah;
  1. Perjudian atau maisir. Ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah perkotaan di Jazirah Arab, seperti Mekkah, Thaif, Shan’a, Hijr, Yatsrib, dan Dumat al Jandal.
  2. Minum arak (khamr) dan berfoya-foya. Meminum arak ini menjadi tradisi di kalangan saudagar, orang-orang kaya, para pembesar, penyair, dan sastrawan di daerah perkotaan.
  3. Nikah Istibdha’, yaitu jika istri telah suci dari haidnya, sang suami mencarikan untuknya lelaki dari kalangan terkemuka, keturunan baik, dan berkedudukan tinggi untuk menggaulinya.
  4. Mengubur anak perempuan hidup-hidup jika seorang suami mengetahui bahwa anak yang lahir adalah perempuan. Karena mereka takut terkena aib karena memiliki anak perempuan.
  5. Membunuh anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka, atau bahkan sekedar prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami.
  6. Ber-tabarruj (bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah sambil menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki dengan berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya.
  7. Lelaki yang mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu melakukan hubungan seksual secara terselubung.
  8. Prostitusi. Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang wanita menandakan bahwa wanita itu adalah pelacur.
  9. Fanatisme kabilah atau kaum.
  10. Berperang dan saling bermusuhan untuk merampas dan menjarah harta benda dari kaum lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang lemah untuk merampas harta benda mereka.
  11. Orang-orang yang merdeka lebih memilih berdagang, menunggang kuda, berperang, bersyair, dan saling menyombongkan keturunan dan harta. Sedang budak-budak mereka diperintah untuk bekerja yang lebih keras dan sulit.


B.     TASYRI’ PERIODE MEKAH DAN MADINAH
Islam datang untuk manusia secara keseluruhan, tetapi dimulai dengan memperbaiki keadaan orang-orang Arab yang telah Allah pilih sebagai penopang dan penyerunya. Keadaan orang-orang Arab dahulu terdiri dari dua perkara, yaitu berhalaisme dalam agama dan kekacauan dalam tatanan masyarakat. Penyelamat dari kebiadapan dan membebaskan mereka agar menyokong agama Allah diperlukan untuk memperbaiki kedua perkara yang ada dikalangan mereka. Selain menyelamatkan juaga mengarahkan mereka kepada akidah tauhid yang benar, seperti ikhlas beribadah kepada Dzat Yang maha tinggi, melepas akhlaq yang tercela dari jiwa mereka, menghapus adat istiadat yang buruk, mencetak mereka berakhlak mulia, berperangai terpuji, meletakkan aturan yang jitu yang mencangkup seluruh permasalahan mereka, agar mereka berjalan diantara petunjuk Allah dalam segala aspek kehidupan.
Periode ini berlangsung hanya beberapa tahun saja, yaitu tidak lebih dari 22 tahun dan beberapa bulan saja. Tapi walaupun demikian periode ini membawa pengaruh dan kesan yang besar dan penting sekali sebab periode ini telah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam al-Qur’an dan as- Sunnah, dan juga telah meninggalkan berbagai dasar atau pokok Tasyri’ yang menyeluruh dan juga sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum yang untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan yang belum ada ketetapan hukumnya. Dengan demikian periode Rasulullah ini telah meninggalkan dasar pembentukan  undang-undang yang sempurna. Pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam Periode I (Pada Masa Rasulullah) situasi masyarakat Arab pra Islam sebelum Nabi SAW diutus, orang-orang Arab adalah umat yang tidak memiliki aturan dan mereka dikendalikan oleh kebiadaban, dinaungi oleh kegelapan dan kejihiliahan, serta tidak ada agama yang mengikat dan undang-undang yang yang harus mereka patuhi. Hanya sedikit saja dari mereka yang berjanji dengan aturan yang dapat menyelesaikan perselisihan mereka, adat yang dianggap baik serta langkah yang mulia. Bangsa Arab pra Islam dikenal sebagai bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi. Letak geografis Arab srategis, membuat Islam mudah tersebar ke berbagaii wilayah. Hal lain yang mendorong cepatnya laju perluasan wilayah adalah berbagai upaya yang dilakukan umat Islam. Adapun ciri-ciri utama tatanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut  :
1.      Menganut paham kesukuan (kailah)
2.      Memiliki tata sosial polotik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas
3.      Mengenal hierarki sosial yangg kuat
4.      Kedudukan perempuan cenderung direndahkan.
Periode ini terdiri dari dua fase atau masa yang masing-masing mempunyai corak yang berbeda-beda, yaitu fase Makkah dan Madinah.
Pada fase Makkah ini Islam datang untuk memperbaiki keadaan masyarakat Arab. Pada waktu itu penduduk Arab kerap kali terjadi perselisihan, hal ini dikarenakan pada masa itu penduduknya masih dalam kebodohan. Maka dengan hadirnya Islam dikalangan masyarakat Arab dapat merubah pola pikir masyarakat Arab, meskipun pada awalnya terjadi perselisihan.
Setelah Islam mulai berkembang dan maju dalam beberapa aspek, maka dengan cepat Islam menyebar ke berbagai wilayah di sekitar Arab. Pada periode ini terdiri dari dua fase, yaitu fase Makkah dan fase Madinah. Yang mana pada fase Makkah ini bermula semenjak Rasul masih menetap di Makkah, yakni selama 12 tahun 15 bulan dan 3 hari. Pada fase ini umat Islam masih terisolir, karena pada waktu itu umat Islam masih sangat sedikit jumlahnya, sehingga tidak memungkinkan untuk berdakwah secara terang-terangan, karena dalam catatan sejarah kala itu masyarakat Quraisy memusuhi dan menolak akan adanya Islam sebagai agama mereka. Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang bertentangan dengan keyakinan yang telah mereka anut secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Pada masa itu masyarakat Quraisy masih meyakini bahwa berhala menjadi sesembahan mereka dan bisa mengabulkan semua yang mereka inginkan. Sehingga untuk merubah tradisi yang semacam ini butuh pendekatan yang cukup halus, hingga pada akhirnya sebagian dari mereka mulai meninggalkan keyakinan mereka selama ini dan berpindah untuk mengikuti ajaran Islam. Fase Makkah yakni semenjak Rasul Allah masih menetap di Makkah, selama 12 tahun 15 bulan dan 3 hari yaitu dari 18 Ramadhan tahun 41 sampai dengan wal bulan Rabi’ul wal tahun 54 dari kelahiran beliau. Dalam fase Makkah ini umat islam masih terisolir, jumlahnya masih sedikit, keadaan masih lemah , belum bisa membentuk suatu umat yang mempunyai pemerinntahan yang kuat. Oleh karenanya perhatian Rasul Allah pada periode ini dicurahkan semata-mata kepada penyebaran/penanaman da’wah untuk mengakui keEsaan Allah serta berusaha memalingkan perhatian umat manusia dari menyembah berhala dan patung. Di samping beliau membentengi diri dari abeka rupa gangguan orang-orang yang sengaja menghentikan/menghalang-halangi da’wah beliau dan pertentangan mereka terhadap orang-orang yang memberdayakan beliau, serta orang yang sudah beriman kepada beliau.
Sedangkan pada fase yang kedua adalah fase Madinah, yakni dimulai semenjak Rasulullah hijrah ke Madinah. Dalam catatan sejarah fase ini berjalan selama kurang lebih 9 tahun 9 bulan 9 hari yaitu tepatnya pada awal bulan Rabi’ul Awal tahun 54. Hal ini bermula karena adanya tekanan dari masyarakat Quraisy yang benci terhadap Islam yang sangat kuat, sehingga pada akhirnya Nabi memutuskan untuk berhijrah ke Madinah beserta para pengikutnya. Nabi tinggal di Madinah selama 10 tahun yaitu dimulai dari waktu hijrah hingga wafatnya. Ada beberapa ciri dari faase ini, diantaranya adalah :
a.       Islam tak lagi lemah, karena jumlahnya yang kian banyak
b.      Menghilangkan permusuhan dalam rangka mengesakan Allah
c.       Adanya ajakan untuk bermasyarakat
d.      Membentuk aturan damai dan perang
Maka dengan kondisi masyarakat yang demikian, yang disyariatkan pada fase Madinah adalah hukum kemasyarakatan yang mencakup muamalah, ijtihad, jinayat, mawaris, wasiat, talak, sumpah dan peradilan.
Pada masa Rasulullah berlangsung hanya beberapa tahun saja yaitu tidak lebih dari 22 tahun beberapa bulan. Akan tetapi periode ini membawa pengaruh-pengaruh yang besar dan hasil-hasil yang gemilang. Periode ini terdiri dari dua fase yang berlainan, yaitu :
1.            Fase Rasul berada di Mekah.
Yakni selama 12 tahun beberapa bulan, semenjak beliau diangkat sebagai Rasul sampai waktu hijrahnya.Pada fase ini kaum muslimin baru beberapa orang saja jumlahnya sedikit dan masih lemah, belum merupakan suatu umat dan belum mempunyai pemerintahan.Perhatian rasul pada fase ini diarahkan kepada penyebaran dakwah ketauhidan (meng-Esakan Allah) dan berusaha memalingkan umat manusia dari menyembah berhala dan patung, menjaga diri dari gangguan orang-orang yang sengaja menghalangi dakwah beliau, orang-orang yang memperdayakan orang-orang yang beriman kepada ajarannya. Juga Nabi mengajarkan larangan memakan daging hewan yang disembelih atas nama berhala, melihat undian nasib dengan anak panah, zina dan lain sebagainya. Justru itu ayat-ayat yang turun di mekkah khusus menyangkut bidang aqidah, akhlak, dan ibadah (suri tauladan) dari sejarah ummat yang dahulu.surat-surat makkiyah seperti ; al-fatihah, yasin dan lain –lain. Yang mana mebahas akidah , akhlak dan sejarah.
2.            Fase Rasul berada di Madinah.
Yakni selama kira-kira 10 tahun, berjalan dari waktu hijrah beliau sampai wafatnya.Selama beliau berada di Madinah, operasional dakwahnya lebih lancar dibandingkan dengan di Mekkah yang ditandai dengan banyaknya orang-orang yang beriman.Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Quran yang turun banyak mengandung hukum ‘amaliyah, baik yang berkenaan dengan hidup individual maupun masyarakat yang dapat dipastikan sangat memerlukan ketentuan hukum lembaga pengadilan.Islam telah terbina menjadi umat, dan telah merupakan satu pemerintahan, media-media dakwah telah berjalan lancar.Keadaan mendesak adanya tasyri’ dan undang-undang mengatur hubungan antar individu satu dengan yang lainnya, selaku umat yang berkembang serta mengatur hubungan-hubungan mereka dengan yang lain, baik di masa damai maupun perang.Untuk ini maka disyari’atkanlah di Madinah hukum-hukum perkawinan, perceraian, pewarisan, perjanjian hutang piutang, kepidanaan dan lain-lain.Surat –surat madaniyyah seperti;surat al-baqarah ,al-imran dan lain-lain.Yang berkaitan tentang pemerintahan.


C.    SUMBER TASYRI’ PADA  MASA RASULULLAH
SUMBER TASYRI’ PADA MASA NABI MUHAMMAD
Tasyri’ pada masa Rosulullah bersumber pada wahyu, baik yang di tilawahkan (Al-Quran) maupun yang tidak di tilawahkan (Al-Sunnah). Dalam menyelesaikan persoalan yang di hadapi, nabi Muhammad senantiasa berpegang kepada wahyu. Para sahabat mengikuti dan menaati keputusan beliau. Bagi sahabat, Al-Quran dan As-Sunnah merupakan referen dalam melaksanakan hukum islam.
1. Al-Qur’an
Al-Quran adalah firman Allah yang di nuzulkan kepada Nabi Muhammad yang dinukilkan secara mutawatir dan di pandang beribadah membacanya. Al-Quran memuat hukum-hukum yang mencakup hukum keyakinan(ahkam i’tiqadiyyah), hukum akhlak(ahkam khulqiyyah), dan hukum amaliah (ahkam amaliyah).Hukum yang terkandung dalam Al-Quran di bedakan menjadi dua: hukum ibadah dan hukum muamalah. Hukum ibadah mencakup salat, zakat, puasa, haji, dan nazar. Adapun hukum muamalah menurutAbd Al-Wahab Khalaf, mencakup hal-hal berikut:
A. Hukum keluarga (al-ahwal al-syakhsiyah), yaitu hukum yang mengatur hubungan individu dengan individu lain dalam keluarga dan kekerabatan. Jumlahnya sekitar 70 ayat.
B. Hukum kebendaan (ahkam al-madaniyyah), yaitu hukum yang mengatur tukar-menukar harta, seperti ijarah, rahn, kafalah, dan syirkah. Jumlahnya sekitar 70 ayat.
C. Hukum jinazah (ahkam jinaiyyah), yaitu hukum yang mengatur pelanggaran dan sanksi yang yang dilakukan oleh mukalaf. Tujuannya menjaga hidup manusia dan hartanya. Jumlahnya sekitar 30 ayat.
D. Lembaga peradilan(ahkam al-murafaat), yaitu hukum yang mengatur syarat-syarat hakim, sanksi dan sumpah. Jumlahnya sekitar 10 ayat.
E. Hukum perundang-undangan(al-hakam al-dusturiyyah), yaitu hukum yang berhubungan dengan interaksi antara pemimpin dan rakyat(politik). Jumlahnya sekitar 10 ayat.
F. Hukum negara (al-ahkam al-dawliyah), yaitu hukum yang mengatur hubungan kenegaraan; hubungan antar negara. Jumlahnya sekitar 25 ayat.
G. Hukum ekonomi (al-hakam al-iqtishadiyyah), yaitu hukum mengenai hubungan antara kaya dan miskin, dan antara individu dan antara kelompok. Jumlah ayatnya sekitar 10 ayat.
Contoh ; hukum tetang keluarga;
÷bÎ)ur÷LäêøÿÅzžwr&(#qäÜÅ¡ø)è?Îû4uK»tGuø9$#(#qßsÅ3R$$sù$tBz>$sÛNä3s9z`ÏiBÏä!$|¡ÏiY9$#4Óo_÷WtBy]»n=èOuryì»t/âur(÷bÎ*sùóOçFøÿÅzžwr&(#qä9Ï÷ès?¸oyÏnºuqsù÷rr&$tBôMs3n=tBöNä3ãY»yJ÷ƒr&4y7Ï9ºsŒ#oT÷Šr&žwr&(#qä9qãès?ÇÌÈ
3.  Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

[265]  berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
[266]  Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.


2.
AL-SUNNAH
Al-Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang di sandarkan (udhifa) kepada Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya. Dalam batasan sunnah ini yang menjadi kata kuncinya adalah kata “disandarkan (udifa)”. Kata kunci ini penting, karena ada hadist yang bukan perkataan nabi selalu disandarkan kepada beliau. Munculnya hadist palsu, misalnya, merupakan upaya orang-orang tertentu yang ingin melegitimasi keinginan dan kepentingan mereka.
Al-Sunah dari segi bentuknya di bagi tiga bagian: Sunnah qauliyah, Sunah fiqliyah, dan taqririyah. Salah satu contoh sunnah qauliyah adalah sabda Nabi SAW: “Barang siapa diantara kamu hendak sholat jumat,hendaklah mand.,”.contoh sunnah fi’liyah adalah: “Nabi SAW mencium salah seorang istri kemudian keluar dan melakukan sholat tanpa berwudlu dulu.”.contoh sunnah taqririyah: “sahabat nabi pada masa nabi menunggu datangnya waktu sholat isa hingga ngantuk, kemudian mereka sholat dengan berwudlu lebih dulu.”

D.    IJTIHAT PADA MASA RASULULLAH
Ijtihad Nabi Muhammad SAWPara ulama berbeda pendapat tentang penggunaan ijtihad Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum Islam selain Al-Qur’an dan As-Sunnah, menurut kaum Asy’ariyah dan kaum Mu’tazilah Nabi Muhammad tidak boleh melakukan ijtihad terhadap sesuatu yang tidak ada ketentuan nashnya yang berhubungan dengan amaliyah tentang halal dan haram. Akan tetapi menurut ulama ushul semacam Syafi’i dan Abu Yusuf Al-Hanafi membolehkan hal tersebut.Sebagian ulama ushul ini mengatakan bahwa ijtihad Nabi Muhammad SAW itu tidak berhubungan dengan ibadah akan tetapi hanya dalam berperang. Al-Qadli Iyadi dalam kitab As-Syifa’ berpendapat bahwa Nabi SAW berijtihad tentang masalah duniawi. Contohnya: strategi perang yang dikemukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam perang Khandaq, yang mana strategi ini ditolak oleh kaum Anshar.
Ada beberapa contoh ijtihad Nabi Muhammad SAW yang dikemukan oleh Abd Al-Jalil Isa yaitu:
a) Ketika ditanya tentang cara memperlakukan anak-anak musyrikin yang ikut dalam berperang, Nabi Muhammad SAW menjawab: “Mereka diperlakukan seperti bapak-bapaknya”.
b) Qiblat umat Islam sebelum oleh Allah SWT adalah Bait Al-Maqdis. Umat Islam shalat menghadap ke Bait Al-Maqdis selama 16-17 bulan. Shalat ke Bait Al-Maqdis adalah ijtihad Nabi Muhammad SAW.
c) Abdullah ibn Ubai (tokoh munafiq) datang kepada Nabi dan meminta beliau beristighfar untuknya. Kemudian Nabi Muhammad SAW memohon kepada Allah SWT agar Abdullah ibn Ubai diampuni. Di samping itu, Nabi SAW memohon kepada Allah SWT agar Abdullah ibn Ubai diberi petunjuk oleh Allah. Kemudian Allah SWT berfirman: “Kamu memohonkan ampun bagi mereka (orang-orang munafiq) atau kamu tidak memohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja)”. QS. At-Taubah; 80.
Dari beberapa contoh di atas. Para ulama berbeda pendapat. Menurut As-Syafiyyah Nabi Muhammad SAW tidak salah dalam ijtihadnya. Sedangkan Al-Jubai dan Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW bisa salah dalam berijtihad tetapi kemudian ditegur oleh Allah atau sahabat.
Di antara hikmah ijtihad Rasulullah adalah:
a) Ijtihad Rasul sangat diperlukan untuk memperoleh penjelasan atau keputusan hukum mengenai suatu peristiwa dengan segera terhadap suatu hukum yang tidak ada dalam wahyu Allah.
b) Ijtihad adalah perbuatan manusia, dengan berijtihad akan menunjukkan kepada umat bahwa Rasul adalah manusia juga seperti manusia lainnya. Hanya saja tatkala ijtihad yang dilakukan oleh Rasul melenceng atau keliru maka kekeliruan tersebut langsung ditegur oleh Allah kemudian dibenarkan.
4. Ijtihad Sahabat
Selain ijtihad Nabi Muhammad SAW, ijtihad para sahabat juga menjadi landasan hukum selain Al-Qur’an dan As-Sunnah pada periode Rasulullah. Dari segi cara ijtihad diartikan sebagai metode penggalian hukum Islam. Sedangkan dari segi hasil ijtihad termasuk sumber hukum Islam.
Di antara sahabat yang melakukan ijtihad adalah Ali ibn Abi Thalib yang di utus Rasulullah SAW ke Yaman sebagai qodhi atau hakim. Selain itu, Muadz ibn Jabal juga di utus oleh Rasulullah di negeri Yaman sebagai pengajar.
Di antara ijtihad para sahabat yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW yaitu: ketika Rasul bertanya kepada Muadz ibn Jabal: “apa yang kamu perbuat apabila kamu dihadapkan pada suatu persoalan, sedangkan kamu tidak menemukan jawabannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah?” Muadz ibn Jabal menjawab: “Aku akan berijtihad dengan akal pikiranku”. Kemudian Rasulullah menjawab: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq.”
Selain itu, pada suatu ketika ada dua orang sahabat melakukan perjalanan. Ketika waktu shalat tiba, mereka tidak mendapatkan air untuk berwudhu. Keduanya bertayamum dan kemudian shalat. Setelah selesai shalat, mereka mendapatkan air. Seseorang sahabat berwudhu dan shalat kembali sedangkan sahabat yang satu lagi tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah dan menceritakan pengalamannya tersebut. Kepada yang tidak berwudhu dan tidak mengulangi shalat, Nabi Muhammad SAW bersabda; “ Ashabta al-Sunnah” (Engkau mengerjakan pekerjaan sesuai dengan Sunnah). Sedangkan kepada sahabat yang berwudhu dan mengulangi shalat, Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Al-Ajra Marratain” (Engkau mendapatkan pahala dua kali).
Dari contoh ijtihad sahabat di atas, bahwa Rasulullah pun bermufakat apabila ijtihad yang dilakukan sahabat dapat dijadikan landasan hukum Islam, selama hal yang mereka ijtihad-kan itu memang tidak ditemukan jawabannya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Contoh lainya dapat di lihat dalam dialog antara nabi dan MU’ AD bin JABBAL yang di utus jadi hakim di yaman;
“dengan apa kamu memutuskan suatu perkara?. Mu’ad menjawab; al-quran, beliau bertanya lagi ; apabila kamu tidak menemukanya dalam kitab ALLAH?; jawab nya; dengan sunnah rasulullah, jika kamu tidak menemukan juga ?;ia menjawab; saya berijtihat dengan pikiranku”.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Pada masa Rasulullah hukum Islam belum mengalami perkembangan yang signifikan. Sumber hukum yang menjadi titik acuan adalah al-Quran.Apabila terdapat persoalan yang tidak memiliki dasar hukum dalam al-Quran (wayu), beliau berijtihad sendiri secara langsung dan ijtihad beliau dijadikan sebagi landasan hukum bagi umat Islam pada masa itu.
2.      Pengaruh-pengaruh hukum Islam yang ditinggalkan pada masa sahabat antara lain:
a.       Adanya penjelasan (syarah) perundang-undangan bagi nash-nash hukum baik dalam al-Quran maupun Hadits.
b.      Adanya banyak fatwa-fatwa yang dikeluarkan sahabat terhadap peristiwa yang tidak ada nash hukumnya dalam al-Quran dan Hadits.
c.       Mulai timbulnya perpecahan berbagai golongan politik yang kemudian merembet dalam masalah keagamaan yang berpengaruh dalam perundang-undangan Islam.

























Daftar Pustaka


Supiana ,dkk.materi pendidikan agma islam;2009 pt remaja rosdakarya ; bandung
Amin, Ahmad. Fajr Al Islam, (Singapura-Kota Baru-Penang: Sulaimanmar’I), 1965.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi.Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1971.
Bik, Hudhari. Tarjamah Tarikh Tasyrik: Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Semarang: Darul Ikhya), 1980.
Farrukh. Al-Arab Wa Al-Islam Fi Al-Haudl Alsyarqiy Al- Bahr Al-Abyad Al-Mutawassith, (Beirut: Dar al kutub), 1966.
Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1977.
Haris, Gusnam dkk.Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: UIN Press).
Muhammad, Noor-Matdawam.Dinamaika Hukum Islam(Tinjauan Sejarah Dan Perkembangannya, cet.pertama. (Yogyakarta: Bina Karier), 1985.
Mushaf Al-Quran.
Wahhab, Khalaf Abdul. Ikhtisar Sejarah Hukum Islam, cet. Pertama, (Yogyakarta: Dua Dimensi), 1985.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),1993.
http://rismaalqomar.wordpress.com/



[1] Amin, Ahmad. Fajr Al Islam, (Singapura-Kota Baru-Penang: Sulaimanmar’I), 1965. Hal 25.
[2] Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1971. Hal 97.
[3] Bik, Hudhari. TarjamahTarikh Tasyrik: Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Semarang: Darul Ikhya), 1980. Hal 103.
[4]idem
[5] Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1977. Hal 95.